JAKARTA – UNESCO telah menetapkan situs tambang Ombilin Sawah Lunto, Sumatera Barat, sebagai Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS). Penetapan itu sudah dilakukan sejak tahun 2019. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan “Galanggang Arang” sebagai perayaan.
Penetapan ini dilatarbelakangi oleh sejumlah argumentasi yang menunjukkan nilai universal luar biasa dari pembangunan tambang batubara tersebut. Pembangunan tambang batubara Ombilin merupakan salah satu bukti bagaimana manusia dapat mengatasi berbagai tantangan alam yang ekstrem dengan teknologi yang diciptakan.
“Warisan dunia ini perlu kita respon secara kreatif, dialogis, maupun akademis, agar seluruh pihak dapat merawat dan memanfaatkannya,” ucap Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam keterangan resmi Kemendikbudristek, Kamis (19/10/2023).
BACA JUGA:
Sawahlunto merupakan salah satu daerah yang berada di perbukitan. Dengan jalur yang cukup rumit dan susah untuk diakses dengan alat transportasi biasa dari Padang sebagai pintu masuk, keberhasilan pembangunan tambang batubara dan jalur kereta api sebagai sarana transportasinya adalah sebuah kesuksesan yang luar biasa. Teknologi tinggi terkait dengan operasionalisasi tambang didukung oleh keberhasilan dalam membuat jalur kereta api. Jalur kereta api ini juga bukan perkara mudah. Kawasan Kayu Tanam hingga Padangpanjang merupakan jalur pendakian dengan tingkat kemiringan ekstrim hingga 80 derajat. Diperlukan desain luar biasa untuk dapat membuat jalur yang dapat dilalui oleh kereta api, serta jenis mesin lokomotif yang harus dirancang khusus.
“Rangkaian aktivasi yang dilakukan akan menyediakan ruang bagi keterlibatan anak-anak, pelajar, dan generasi muda. Karena warisan dunia bukan hanya milik masa lalu dan masa kini, tapi juga bagi generasi muda di masa yang akan datang,” jelas Hilmar Farid.
Mengenal Tambang Batubara Ombilin
Tambang batubara Ombilin tidak berdiri sendiri. Daerah-daerah penyangga, terutama tujuh kabupaten dan kota yang terhubung dengan industri ini, yaitu Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padangpanjang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Padang, memiliki keterkaitan sebagai dampak dari keberadaan tambang batubara Ombilin. Dampak tersebut dihasilkan dari interaksi yang terjadi, mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, gaya hidup, baik sebagai hasil dari mobilitas dan interaksi manusia maupun barang.
Upaya untuk merespon penetapan tambang batubara Ombilin sebagai warisan dunia segera dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek. Aktivasi dilakukan dengan cara memperkuat ekosistem yang terkait dengan WTBOS. Serial kegiatan yang akan dilaksanakan diberi tajuk Galanggang Arang.
Galanggang memiliki arti ruang, lapangan atau keramaian, sementara kata Arang adalah sebutan lokal untuk batubara. Sebagai istilah, kata “Galanggang” juga berarti medan perjuangan atau arena perlombaan, sementara “Arang” juga berarti sumber energi yang siap digunakan. Dengan demikian, Galanggang Arang kurang lebih berarti sebagai gerakan untuk menghidupkan semangat menggali berbagai potensi yang terpendam dalam Warisan Budaya Dunia ini. Potensi itu yang utama adalah nilai-nilai universal meliputi perkembangan kebudayaan, pertukaran nilai antar budaya, juga persebaran dan pembentukan budaya baru sebagai bentuk pemuliaan kemanusiaan.
BACA JUGA:
Dalam serial Galanggang Arang akan diselenggarakan sejumlah kegiatan seperti seminar, dialog warisan budaya, pameran foto WTBOS, pemetaan dan kajian objek WTBOS, pertunjukan kesenian tradisi, bazar kuliner, ekspedisi, penciptaan karya kreatif (berupa seni musik, film, rupa), dan gelaran forum pemangku kepentingan. Tujuan utama dari pelaksanaan kegiatan ini adalah menumbuhkan dan menjaga warisan budaya yang terkait dengan WTBOS, terutama di nagari-nagari yang terhubung melalui jalur kereta api.
“Galanggang Arang diharapkan dapat menjadi wadah gotong royong bagi segenap pemangku kepentingan untuk bersama-sama menggali nilai dari Cagar Budaya (CB) dan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang tersebar di sepanjang Kawasan Warisan Budaya ini,” tutur Hilmar.